Trahnews.com. Jakarta. Duta Besar Republik Tunisia untuk Indonesia, Dr. Mohamed Trabelsi, berkenan hadir dan memberikan kuliah umum atau lebih dikenal dengan istilah kuliah tamu (guest lecture) di Kampus Institut Pariwisata Trisakti, di daerah Bintaro, Jakarta Selatan, Sabtu, 14 Desember 2024. Hadir pada acara yang disampaikan secara hybrid, daring dan luring, tersebut sejumlah dosen serta mahasiswa program pasca sarjana dan doktoral di lingkungan lembaga pendidikan ini.
Dalam paparannya, Dubes Trabelsi menyampaikan materi terkait strategi pembangunan dan pengembangan pariwisata di negerinya, Tunisia. Menurut Dubes yang belum lama bertugas di Indonesia itu, salah satu program unggulan yang dicanangkan Pemerintah Tunisia adalah bidang pariwisata. Letak geografis Tunisia yang berada di bagian paling ujung Benua Afrika, berbatasan langsung dengan beberapa negara Eropa di bagian utara dan negara-negara Arab di bagian timur, menjadikan Tunisia sebagai salah satu wilayah yang sangat ramai dikunjungi warga dunia.
Dubes Tunisia yang sangat fasih berbahasa Inggris itu memulai paparannya dengan menceritakan kesejarahan negaranya yang merdeka di tahun 1956. Perjuangan memperoleh kemerdekaan dari penjajah Prancis saat itu, kata Trabelsi, turut diinspirasi oleh ide Presiden Sukarno yang memperjuangkan kemerdekaan seluruh bangsa-bangsa jajahan di Asia dan Afrika. Para pejuang Tunisia juga turut mengirimkan delegasinya, bersama Maroko dan Aljazair, menghadiri Konferensi Asia-Afrika tahun 1955 di Bandung.
Sejarah Tunisia dapat ditelusuri sejak zaman kuno, saat negeri itu dihuni oleh Suku Berber, yakni kaum migran Fenisia dari wilayah pantai Lebanon dan Syria mulai abad ke-12 BC. Migrasi besar-besaran ini dipimpin oleh Carthage. Dalam perang melawan Kekaisaran Romawi, Carthage akhirnya dikalahkan oleh orang Romawi dalam Pertempuran Carthage pada tahun 149 AD. Kekaisaran Romawi memperkenalkan Agama Kristen dan seni arsitektur, termasuk amfiteater El Djem.
Pada periode berikutnya, Tunisia ditaklukkan oleh bangsa Arab di abad pertama Hijriah, diikuti oleh Kesultanan Utsmaniyah sekitar tahun 1534. Kesultanan Utsmaniyah tersebut menguasai Tunisia selama lebih dari tiga ratus tahun, yang akhirnya takluk di bawah Pemerintahan Prancis pada 1881. Tunisia merdeka penuh pada tahun 1957 sebagai negara republik yang didirikan oleh Habib Burquibah, yang sekaligus menjadi Presiden pertama negara tersebut.
Dubes Tunisia Mohamed Trabelsi selanjutnya menerangkan bahwa salah satu obyek wisata yang menjadi primadona di Tunisia adalah terkait dengan sejarah. Berbagai peninggalan sejarah dapat dijumpai, seperti bangunan kuno, monumen dan benda bersejarah, serta situs-situs peninggalan zaman awal-awal perkembangan Islam di wilayah Afrika Tengah dan Utara. Sebagai negara yang memiliki daerah padang pasir yang cukup luas, yakni 40 persen dari total luas wilayah Tunisia yang 165.000 kilometer persegi, maka wisata Gurun Sahara menjadi salah satu daya tarik bagi para pelancong manca negara.
“Bahkan, pembuatan sekuel film star war dilakukan di salah satu wilayah Gurun Sahara, di Tunisia,” ungkap Dubes Trabelsi sambil menunjukkan beberapa spot menarik di daerah gurun pasir di negaranya.
Wisata kuliner juga menjadi favorit bagi para turis berkunjung ke negara berpenduduk 12 jutaan jiwa tersebut. Berbagai ragam makanan khas Tunisia dapat dijumpai di banyak tempat dengan harga terjangkau. Sebagai negara berpenduduk mayoritas muslim, makanan yang tersedia dan diperdagangkan dijamin kehalalannya oleh Pemerintah. Namun begitu, para wisatawan tetap dapat menikmati makanan dan minuman non-halal favorit mereka di tempat-tempat tertentu seperti bar dan komunitas yang menyediakan makanan-minuman non-halal.
Bagi warga negara Indonesia, Pemerintah Tunisia saat ini memberlakukan kebijakan bebas visa untuk masuk ke negaranya. Kebijakan tersebut mulai berlaku sejak 1 Juli 2023 lalu, dan berlaku selama 90 hari alias tiga bulan tinggal di Tunisia. Selain itu, Pemerintah Tunisia juga menyediakan berbagai fasilitas bantuan bagi para pelajar Indonesia yang ingin menimba ilmu ke Tunisia berupa beasiswa.
Berbagai respon dari peserta kuliah umum disampaikan dalam bentuk pertanyaan kepada Dubes Trabelsi, baik peserta daring maupun luring melalui pesan di papan chat zoom meeting yang tersedia di ruangan acara. Para peserta yang umumnya adalah dosen di bidang kepariwisataan dan marketing ini sangat antusias mendalami kebijakan dan strategi teknis yang dilakukan Mohamed Trabelsi sebagai Dubes Tunisia untuk Indonesia dalam mendorong kepariwisataan di negaranya. Atas respon dan pertanyaan tersebut, Dubes menyampaikan terima kasih dan memberikan jawaban cukup gamblang dan detail.
Acara kuliah umum kemudian dilanjutkan dengan menyaksikan demo masak makanan khas Tunisia, Couscous, oleh istri Dubes Tunisia, Mrs. Afra Trabelsi, bertempat di halaman kampus Institut Pariwisata Trisakti. Couscous terbuat dari tepung gandum atau jagung, dilengkapi dengan sayuran seperti wortel, kacang chickpea, zucchini, kismis, kapri manis, dan lobak. Couscous selalu dilengkapi juga dengan toping daging domba, ayam, ataupun sapi.
“Tapi kali ini saya akan memasak Couscous dengan toping ikan, bukan daging seperti umumnya di negara saya,” ujar Mrs. Trabelsi saat akan memulai demo masak di depan hampir seribuan audiens yang adalah mahasiswa Institut Pariwisata Trisakti yang sedang mengikuti kegiatan Trisakti Tourism Expo 2024.
Usai demo masak, Dubes Tunisia beserta istrinya mengajak semua yang hadir menikmati makanan khas Tunisia, Couscous, yang disediakan tim Kedubes Tunisia siang itu. Acara kemudian ditutup dengan foto dan makan siang bersama di halaman kampus ini. (APL/Red)